Ah, aku rindu,
Pada suatu masa,
Pintu yang perlahan mulai berderit,
Waktu yang diam, lalu menjerit,
Kertas-kertas ujian yang beterbaran,
Materi-materi yang menguras pikiran,
Kedinginan yang menusuk-nusuk,
Majalah-majalah politik al-wa’ie yang bertumbuk,
Kesibukan yang menyelubung,
Lagu-lagu nasyid yang menemani,
Ah, aku rindu..
Pada suatu waktu,
Rapat pertama di selasa sore,
Rapat kedua di sabtu yang pagi buta,
Kajian islam politik di selasa malam,
Kajian buletin al-islam di kamis jingga,
Canda, tawa, dan kesah, penat
Berpadu dalam keindahan lansekap dakwah,
Aku ingin sampaikan berjuta maaf,
Kepada pemilik tangan-tangan yang pernah ku paksa untuk bergenggam,
Kepada pemilik semangat yang pernah ku paksa untuk bergelora,
Kepada pemilik jiwa yang pernah ku paksa untuk berhidup,
Aku ingin sampaikan berjuta maaf,
Kepadamu Jatinangor,
Atas pilihan hidup yang akhirnya ku ambil,
Atas putusan takdir yang pada waktunya menghampiri.
Benar adanya, bahwa hidup adalah pilihan,
Pilihan di atas rintangan dan paksaan,
Andai waktu bisa ku ulang kembali,
Kan ku lakukan yang terbaik, selagi ku bisa.
Aku bahkan rela membagi separuh waktu untukmu.
Namun waktu tak kan pernah kembali,
Ku tak bisa memperbaiki semua yang terjadi,
Aku tak mampu menyerahkan separuh waktu yang telah hilang.
aku hanya ingin engkau tahu,
bahwa pilihan ini tak lain aku ambil karena besarnya rinduku padamu,
kerinduan yang sudah lama tumbuh dan tak lagi dapat terpendam.
Jika aku tetap duduk dan berjalan di sana,
Kerinduanku hanya akan menghalangiku untuk meraih dua puncak kemuliaan,
Satu puncak untuk menara ilmu, satu puncak untuk menara kejayaan.
Hidup di sana memang membutuhkan banyak rupiah untuk sekedar bertahan
hidup,
Namun, kau telah banyak mengajarkanku untuk hidup sederhana,
dengan bersabar dan berpuas dengan
mahkota agama,
aku pun telah pandai memikul beban hidup di sana.
Saat ini, apalah daya, kita tak hanya hidup sendiri, kawan.
Ada ayah, ibu, adik dan keluarga yang juga menanti kita.
Koin-koin Rupiah perlu kita cari untuk mengangkat derajat mereka,
Bungkusan-bungkusan kertas bernominal betul-betul kewajiban kita atas
mereka.
Setiap hari ku persiapkan bekal untuk bisa kembali ke sana,
Setiap detik ku isi dengan melejitkan valensi diri,
Ku lahap semua ilmu yang ku perlukan,
Ku bentangkan ilmu yang ku sajikan.
Saat ini,
Aku hanya mampu membawa biji-biji melati,
telah ku tanam di antara gundukan tanah di kebun-kebun waktu.
Ketika suatu hari nanti, Ketika saat itu tiba,
Aku berjanji untuk datang membawa sekebun bunga melati yang tengah
mekar dan mewangi,
Dan kan ku berikan semuanya untukmu.
Hanya untukmu,
Jatinangor.