Kawan, maukah kau ku ingatkan tentang sebuah pelajaran sederhana? Kisah yang mengajarkan kita tentang betapa pentingnya waktu dan kesempatan yang kita miliki. Ini adalah kisah pemuda pengembara di sebuah negeri antah berantah yang mendapat titah dari gurunya untuk menjelajah rimba belantara. Sang guru memintanya untuk memotong sebuah dahan pohon terelok yang ia temukan, namun dengan satu syarat sederhana, ia harus terus berjalan maju dan tak boleh berjalan kembali ke belakang.
Dengan ringan ia melangkahkan kakinya, sedepa demi sedepa, sehasta demi sehasta. Sambil berjalan, ia memperhatikan satu demi satu dahan yang ia temui. Baginya, semua dahan tampak kokoh dan elok. Ia terhenti di sebuah pohon besar dan tinggi. Ia mendongak dan memandang sebuah dahan yang paling menarik perhatiannya. Ia putuskan untuk naik dan membawa pulang dahan tersebut. Namun, sesaat sebelum ia memotong dahan tersebut, ia melihat dahan di pohon lain yang lebih bagus. Ia kembali turun dan menghampiri pohon di depannya, bergegas ia memanjat dengan penuh semangat karena merasa telah berhasil menemukan dahan paling bagus yang pernah ia temukan. Setelah berhasil sampai ke ujung batang pohon, ia melompat dan terkejut. Ternyata, dahan tersebut dipenuhi ulat bulu dan membuatnya rapuh! Ia merasa menyesal karena lebih memilih dahan yang jelek. Ia ingin sekali kembali ke pohon sebelumnya untuk mengambil dahan tadi, namun ia ingat pesan gurunya untuk tidak berjalan kembali ke belakang. Dengan penuh rasa penyesalan, ia kembali melangkah mencari dahan yang lain.
Lama ia berjalan, dan tak ada satu pun dahan yang menarik perhatiannya lagi. Semua dahan tampak sama dan tidak istimewa. Terkadang ia menemukan dahan yang terlihat kokoh dan elok, namun ternyata rapuh setelah disentuh. Ia memanjat dan turun lagi, ia mencari dan kecewa lagi. Terus berulang dan berulang. Di depannya tampak seberkas cahaya yang menandakan ujung rimbunnya rimba. Ia semakin gelisah dan akhirnya memutuskan untuk memotong sebuah dahan terakhir yang ia temui.
Sesampainya di kediaman gurunya, ia tertunduk lesu dan menyerahkan potongan dahan yang ia pilih. Melihat air muka si pemuda, guru itu pun tersenyum dan menepuk pundak sang murid. Dengan nada pelan, ia berkata:
"anakku, inikah dahan yang kau pilih?"
"....." si pemuda diam dan semakin terbenam dalam kelesuan.
"kau yakin memberikan dahan seperti ini kepadaku?"
"tidak! maaf guru, sebelumnya aku telah menemukan dahan terelok yang pernah aku lihat, namun saat hendak aku memotongnya, aku melihat dahan lain. Aku mengira dahan di pohon itu lebih bagus, tapi ternyata tidak. Dahan-dahan lain pun ternyata tidak lebih bagus dari dahan itu!" ucapnya penuh penyesalan.
"baiklah, akan ku beritahukan maksud apa yang ingin ku sampaikan kepadamu. Nak, ketahuilah, bahwa rimba yang engkau jamahi adalah waktu, sementara dahan yang kau potong adalah tombol-tombol kesempatan yang menghampirimu. Ketika dalam perjalananmu, engkau aku larang agar tidak boleh mundur kembali ke belakang, artinya aku ingin engkau paham, bahwa dalam perjalanan hidupmu, engkau tidak akan pernah bisa kembali ke waktumu yang lalu, barang sedetik pun! Lalu, saat kau paham agar tidak mengambil kembali dahan terbaikmu di belakang, artinya aku ingin memahamkan bahwa dalam hidup ini, engkau terkadang tidak bisa mengambil kembali kesempatan terbaik yang telah engkau lewatkan. Ambil kesempatan itu atau tinggalkan dan lupakan! itu adalah pilihanmu."
"....." si pemuda diam dan tersenyum perlahan karena mulai mengerti pelajaran sederhana dari gurunya.
-- -- -- --
itulah ceritanya, kawan. Cerita ini mengingatkanku tentang sebuah surat nan indah dalam kitab suci al-Qur'an. Allah swt berfirman :
"wal 'ashri, innal insana lafii husrin, illalladzina amanu wa 'amilush-sholihati, wa tawaa shaubil haqqi, wa tawaa shau bis-shobri." [QS al-Ashr : 1-3]
"demi waktu, sesungguhnya manusia ada di dalam kerugian, kecuali orang-orang beriman dan yang beramal shaleh, yang saling menasehati dalam kebenaran, dan saling menasehati dalam kesabaran." [TQS al-Ashr: 1-3]
Dalam surat tersebut terdapat jenis wau qosham dan wau athof! wau qosham: Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan tentang makna qosham yang Allah tunjukkan dalam al-Qur'an, bahwa posisi dan kedudukan objek yang di-qosham adalah istimewa, karena Allah swt tidak berqosham kecuali dengan sesuatu yang istimewa. Wau athof: yang bermakna rentetan amal paralel yang harus kita lakukan agar berlaku bijak terhadap sesuatu yang Allah telah istimewakan.
Kawanku, kita sudah begitu lama bercengkrama dengan waktu, namun kita seringkali mencampakkannya dan bahkan membiarkan berpuluh-puluh kesempatan baik berlalu begitu saja. Hari ini adalah momentum, esok pun juga. Untuk mengikrarkan kepada diri kita bahwa kita tak akan pernah menyia-nyiakan waktu dan kesempatan yang datang kepada kita, bahwa kita tak akan membiarkan masa muda kita lenyap karena perbuatan sia-sia. Semoga hari esok kita bisa menemui kesempatan terbaik yang singgah di ruang tamu kehidupan kita. amiin.
#dalam catatan harianku di tengah derasnya hujan ketiga di bulan ini.
West Borneo, Ahad, 16/2/2014.