expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

beres

Minggu, 14 Oktober 2012

Tentang nada & mata







Setiap ku bertemu denganmu, dengannya dan dengan mereka, yang pertama kali ku lihat adalah matamu, matanya dan mata mereka. Mata yang menuturkan indah perangaimu, gelap pribadinya dan bias kebiasaan mereka. Semua patahan teka-teki yang terangkai menjadi satu peristiwa yang berarti bagi mereka yang berusaha menemukan makna di balik rasa sesal, penat, gundah dan putus asa.
Terhenyak batinku dari sepi, saat kulihat sorotan matanya. Mata yang sudah lama ku kenal sejak menginjakkan kaki di kampus. Inikah mata yang selama ini ku impikan dalam hidup?  Mata yang menatap jauh dan dalam.  Jauh seiring dengan samudera ilmu yang ia layari dan begitu dalam bak palung pengalaman hidup yang ia selami. Mata bening yang penuh ketegasan, kasih sayang dan penuh arti.   
                Mata yang memahami setiap kata yang tak terucap, mata yang mampu membelokkan saluran irigasi kekesalan yang ingin tumpah ruah karena tak tak tahu kepada siapa lagi jeritan dan kekosongan ini hinggap. Aku benar-benar malu, saat berkas sinar mata itu terpantul sempurna pada cermin kepalaku, membias diantara lensa, iris dan pupil mata hingga terjun ke dalam relung jiwaku yang paling dalam. Berkas sinar itu perlahan merayapi hatiku yang dingin dan gelap, ia memeluk satu pilar saraf yang hampir terputus sehingga tersambung menjadi satu system yang utuh dan normal. Rasanya hangat dan cerah, seakan ada mentari harapan yang menyiangi sendi-sendi tubuhku yang aus. Sentuhannya tak asing lagi, seperti tongkat sihir Dumbledore yang mengeluarkan uap kebosanan, membuatku bertambah dewasa, membuatku tambah bijaksana.
                Maafkan aku ya Allah, tak semestinya aku bersikap seperti ini. Hari ini aku merasakan ada makhluk yang cukup lama merasukiku, mengepakkan dahi, menguapkan semangatku dan dengan angkuhnya berlalu meninggalkanku seorang diri. Aku kelimpungan mencari panglima hidupku yang jauh tertinggal di belakang. Tak sudi lagi aku mencampakkannya. Karena ku tahu bahwa ia selalu memimpin jalan pikirku, ia bersabar dalam melatih ego dan nafsuku. kan ku pilih kembali tangga nada hidup yang telah lama ku simpan dan ku genggam. Setelah lama aku terbenam di antara debu-debu penyesalan, kini ku tahu, begitu sayangnya Engkau padaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar